Cirebon, tvonenews.com - Batik Ciwaringin dikenal karena motif-motifnya yang sarat makna, seperti gribigan, tebu sekeret, raja gosi, pecutan, dan lainnya.
Batik yang dibuat oleh para perajin batik di Desa Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat ini, ternyata batik yang ramah lingkungan.
Pembuatan batik Ciwaringin tidak bisa dipisahkan dari proses pewarnaan alami.
Dimulai dengan pemilihan bahan seperti kulit kayu mahoni, mangga, kulit rambutan, hingga daun jengkol, semuanya diolah melalui tahapan panjang.
Bahan-bahan tersebut direndam untuk melunakkan seratnya sebelum dimasak dalam waktu sekitar 4 jam.
Cairan hasil rebusan ini disaring untuk memisahkan ampasnya, kemudian digunakan sebagai pewarna kain. Proses ini dilakukan dengan hati-hati untuk menghasilkan warna yang pekat.
Setelah pewarna siap, kain dicelupkan beberapa kali, biasanya hingga tujuh kali atau lebih, agar warna meresap sempurna.
Para perajin pun melakukan fiksasi untuk mengunci warna agar tidak luntur. Dari satu bahan pewarna bisa dihasilkan gradasi warna berbeda, seperti merah, cokelat, hingga jingga, tergantung bahan fiksasinya.
Proses ini tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menjaga lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari pewarna alami dapat dimanfaatkan kembali.
Penggunaan pewarna alami memberikan manfaat besar bagi kesehatan. Karena tidak mengandung bahan kimia, batik ini aman untuk kulit sensitif, bahkan bagi anak-anak.
Banyak pelanggan memilih batik Ciwaringin karena keunggulan tersebut, selain nilai sejarah yang terpatri di dalamnya.
Selain itu, proses produksi yang ramah lingkungan menjadi keunggulan tersendiri. Limbah pewarna tidak mencemari tanah atau air sehingga menjaga keseimbangan ekosistem desa.
“Kami menyebutnya, dari limbah menjadi berkah. Semua bahan yang kami pakai, sebisa mungkin tidak ada yang terbuang sia-sia,” kata Fatoni, salah satu pengusaha sekaligus perajin batik di daerah tersebut.(ant/ito)
Load more